#uas,iain kediri,pba
#hamirudin,932505715,kelas,A
KOMPARASI PENDIDIKAN ISLAM DAN DAKWAH ISLAM
MakalahinidisusununtukmemenuhitugasMata Kuliah
“FILSAFAT
PENDIDIKAN ISLAM”
Dosen Pengampu
:
Dr.Samsul Huda
M.Ag
Kelas A
Hamirudin 932505715
PROGRAM STUDI
PENDDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI
2017-2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Islam memiliki karakter sebagai agama dakwah dan pendidikan. Dengan
karakter ini, maka Islam dengan sendirinya berkewajiban mengajak, membimbing,
dan membentuk kepribadian ummat manusia sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Dengan inisiatifnya sendiri, ummat Islam berusaha membangun sistem dan lembaga
pendidikan sesuai dengan keadaan zaman, seperti pesantren, madrasah, majelis
ta’lim dan sebagainya. Melalui lembaga pendidikan ini telah dilahirkan para
ulama, tokoh agama, para pemimpin masyarakat yang telah memberiikan sumbangan
yang besar bagi kemajuan bangsa.
Dari satu sisi Islam memberikan dasar bagi perumusan visi, missi,
tujuan dan berbagai aspek pendidikan, sedangkan dari sisi lain, Islam
membutuhkan pendidikan sebagai sarana yang strategis untuk menyampaikan nilai
dan praktek ajaran Islam kepada masyarakat. Adanya penduduk Indonesia yang
mayoritas beragama Islam adalah sebagai bukti keberhasilan pendidikan dan
dakwah Islamiyah
Islam melihat bahwa pendidikan merupakan sarana yang paling
strategis untuk mengangkat harkat dan martabat manusia dalam berbagai bidang
kehidupan. Itulah sebabnya tidak mengherankan, jika ayat 1 sampai dengan 5
surat al-’Alaq, sebagai ayat al-Qur’an yang pertama kali diturunkan, telah
mengandung isyarat tentang pentingnya pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Apa pengertian pendidikan islam
Kata “Islam” dalam “ Pendidikan Islam” menunjukan warna pendidikan
tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam, jelas pertanyaan yang hendak
dijawab ialanh: “Apa hakekat pendidikan Islam?” Untuk menjawab pertanyaan ini
lebih dahulu dibahas defenisi pendidikan itu menurut para pakar, setelah itu
dibahas apakah pendidikan itu menurut Islam. Pembahasan tentang apa pendidikan
itu menurut islam terutama didasarkan menurut keterangan al-Quran dan Hadis,
kadang-kadang di ambil juga menurut para pakar pendidikan Islam. Pembahasn itu
tentulah agak berbau filsafat, suatu hal yang sulit di hindari.
Ada tiga istilah yang
umum digunakan dalam pendidikan Islam, yaitu al-Tarbiyah (pengetahuan tentang
ar-rabb), al-Ta’lim (ilmu teoritik, kreativitas, komitmen tinggi dalam
mengembangkan ilmu, serta sikap hidup yang menjunjung tinggi nilai-nilai
ilmiah), al-Ta’dib (integrasi ilmu dan amal).[1]
Dijelaskan oleh Konferensi International Pendidikan islam Pertama (First World
Conference on Muslim Education) yang diselenggarakan oleh universitas King
Abdul Azzis, Jedah, pada tahun 1977, belum berhasil membuat rumusan definisi
pendidikan Islam. Dalam bagian “Rekomendasi” Koperensi tersebut, para peserta
hanya membuat kesimpulan bahwa pendidikan Islam ialah keselurhan yang
mengandung di dalam istilah ta’lim, tarbiyyah dan ta’dip.
Berdasarkan ketiga kata itu, Abdurrahman
al-Bani, menyimpulkan bahwa: “pendidikan (tarbiyyah) terdiri atas empat unsure,
yaitu: pertama, menjaga dan memelihara fitrah anak hingga dewasa (balig);
kedua, mengembangkan seluruh potensi; ketiga, mengalahkan seluruh fitrah dan
potensi menuju kesempurnaan (rupanya ia membedakan antara fitrah dan potensi);
keempat, dilaksanakan secara bertahap”. Dari sini dapat disimpulkan bahwa
pendidikan adalah pengembangan seluruh potensi anak didik secara bertahap
menurut ajaran Islam”[2]
Pendidikan merupakan transfer of knowledge, transfer
of value dan transfer of culture and transfer of religius yang semoga diarahkan
pada upaya untuk memanusiakan manusia. Hakikat proses pendidikan ini sebagai
upaya untuk mengubah perilaku individu atau kelompok agar memiliki nilai-nilai
yang disepakati berdasarkan agama, filsafat, ideologi, politik, ekonomi,
sosial, budaya dan pertahanan keamanan.
B.
Tantangan pendidikan
ilslam
Tantangan pendidikan Islam
saat ini jauh berbeda dengan tantangan pendidikan Islam sebagaimana yang
terdapat pada zaman klasik dan pertengahan. Baik secara internal maupun
eksternal tantangan pendidikan Islam di zaman klasik dan pertengahan cukup
berat, namun secara psikologis dan ideologis lebih mudah diatasi. Secara
internal ummat Islam pada masa masa klasik masih fresh (segar). Masa kehidupan
mereka dengan sumber ajaran Islam, yakni Al-Qur’an dan al-Sunnah masih dekat,
dan semangat militansi dalam berjuang memajukan Islam juga masih amat kuat.
Sedangan secara eksternal, ummat Islam belum menghadapi ancaman yang serius
dari negara-negara lain, mengingat keadaan negara-negara lain (Eropa dan Barat)
masih belum bangkit dan maju seperti sekarang.
Tantangan pendidikan Islam di zaman sekarang selain menghadapi
pertarungan ideologi-ideologi, juga menghadapi berbagai kecenderungan. Menurut
Daniel Bell, di era globalisasi saat ini keadaan dunia ditandai oleh lima
kecenderungan sebagai berikut:
1.
kecenderungan integrasi ekonomi yang
menyebabkan terjadinya persaingan bebas dalam dunia pendidikan. Karena, dunia
pendidikan menurut mereka juga termasuk yang diperdagangkan, maka dunia
pendidikan saat ini juga dihadapkan pada logika bisnis. Penyelenggaraan
pendidikan saat ini tidak hanya ditujukan untuk mencerdaskan bangsa,
memberdayakan manusia atau mencetak manusia yang salih, melainkan untuk
menghasilkan manusia-manusia yang economic minded, dan penyelenggaraannya untuk
mendapatkan keuntungan material yang sebesar-besarnya.
2.
kecenderungan fragmentasi politik yang
menyebabkan terjadinya peningkatan tuntutan dan harapan dari masyarakat. Mereka
semakin membutuhkan perlakuan yang adil, demokratis, egaliter, transparan,
akuntabel, cepat, tepat dan profesional. Mereka ingin dilayani dengan baik dan
memuaskan. Kecenderungan ini terlihat dari adanya pengelolaan manajemen pendidikan
yang berbasis sekolah.pemberian peluang kepada komite atau majelis
sekolah/madrasah untuk ikut dalam perumusan kebijakan dan program pendidikan,
pelayanan proses belajar mengajar yang lebih memberikan peluang dan kebebasan
kepada peserta didik, yaitu model belajar mengajar yang partisipatif, aktif,
inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (Paikem).
3.
kecenderungan penggunaan teknologi tinggi,
khususnya teknologi komunikasi dan informasi (TKI) seperti komputer. Kehadiran
TKI ini menyebabkan terjadinya tuntutan dari masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan yang lebih cepat, transparan, tidak dibatasi waktu dan tempat.
Teknologi tinggi ini juga telah masuk ke dalam dunia pendidikan, seperti dalam
pelayanan administrasi pendidikan, keuangan, proses belajar mengajar. Sementara
itu peran dan fungsi tenaga pendidik juga bergeser menjadi semacam fasilitator,
katalisator, motivator, dan dinamisator. Peran pendidik saat ini tidak lagi
sebagai satu-satunya sumber pengetahuan.
4.
kecenderungan
interdependensi (kesaling-tergantungan), yaitu suatu keadaan di mana seseorang
baru dapat memenuhi kebutuhannya apabila dibantu oleh orang lain.
Ketergantungan ini juga terjadi di dunia pendidikan. Adanya badan akreditasi
pendidikan baik pada tingkat nasional maupun internasional, selain dimaksudkan
untuk meningkatkan mutu pendidikan, juga menunjukkan ketergantungan lembaga
pendidikan terhadap pengakuan dari pihak eksternal. Demikian pula munculnya
tuntutan dari masyarakat agar peserta didik memiliki keterampilan dan
pengalaman praktis, menyebabkan dunia pendidikan membutuhkan atau tergantung
pada peralatan praktikum dan magang. Selanjutnya kebutuhan lulusan pendidikan
terhadap lapangan pekerjaannya, menyebabkan ia bergantung kepada kalangan pengguna
lulusan.
5.
kecenderungan munculnya penjajahan baru dalam
bidang kebudayaan, yang mengakibatkan terjadinya pola pikir masyarakat pengguna pendidikan, yaitu dari
yang semula mereka belajar dalam rangka meningkatkan kemampuan intelektual,
moral, fisik dan psikisnya, berubah menjadi belajar untuk mendapatkan pekerjaan
dan penghasilan yang besar. Saat ini sebelum seseorang belajar atau masuk
kuliah misalnya, terlebih dahulu bertanya: nanti setelah lulus bisa jadi apa?
Dan berapa gajinya?. program-program studi yang tidak dapat menjawab pertanyaan
tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan sendirinya akan
terpinggirkan atau tidak diminati. Sedangkan program-program studi yang
menawarkan pekerjaan dan penghasilan yang baik bagi lulusannya akan sangat
diminati. Tidak hanya itu, kecenderungan penjajahan baru dalam bidang
kebudayaan juga telah menyebabkan munculnya budaya pop atau budaya urban, yaitu
budaya yang serba hedonistik, materialistik, rasional, ingin serba cepat,
praktis, pragmatis dan instans. Kecenderungan budaya yang demikian itu
menyebabkan ajaran agama yang bersifat normatif dan menjanjikan masa depan yang
baik (di akhirat) kurang diminati. Mereka menuntut ajaran agama yang sesuai
dengan budaya pop dan budaya urban. Dalam keadaan demikian, tidaklah
mengherankan jika mata pelajaran agama yang disajikan secara normatif dan
konvensional menjadi tidak menarik dan ketinggalan zaman. Keadaan ini
mengharuskan para guru atau ahli agama untuk melakukan reformulasi,
reaktulisasi, dan kontekstualisasi terhadap ajaran agama, sehingga ajaran agama
tersebut akan terasa efektif dan transformatif.[3]
C.
pengertian dakwah islam
Secara etimologis, kata “dakwah” berasal dari bahasa Arab yang mempunyai
arti: panggilan, ajakan, dan seruan. Sedangkan dalam ilmu tata bahasa Arab,
kata dakwah adalah bentuk dari isim masdar yang berasal dari kata kerja : دعا, يدعو, دعوة artinya : menyeru,
memanggil, mengajak
Dalam pengertian yang
integralistik dakwah merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang
ditangani oleh para pengemban dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar
bersedia masuk ke jalan Allah, dan secara bertahap menuju perikehidupan yang
Islami.
Sedangkan ditinjau dari
segi terminologi, banyak sekali perbedaan pendapat tentang definisi dakwah di
kalangan para ahli, antara lain:
- Menurut A. Hasmy dalam bukunya Dustur,
mendefinisikan dakwah yaitu: mengajak orang lain untuk meyakini dan
mengamalkan akidah dan syariat Islam yang terlebih dahulu telah diyakini
dan diamalkan oleh pendakwah itu sendiri.
- Menurut Syekh Ali Mahfud. Dakwah Islam
adalah memotivasi manusia agar melakukan kebaikan menurut petunjuk,
menyuruh mereka berbuat kebajikan dan melarang mereka berbuat kemungkaran,
agar mereka mendapat kebahagian dunia dan akhirat.
- Menurut Amrullah Ahmad .ed., dakwah
Islami merupakan aktualisasi Imani (Teologis) yang dimanifestasikan dalam
suatu sistem kegiatan manusia
beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk
mempengaruhi cara merasa, berpikir, bersikap, dan bertindak manusia pada
tataran kegiatan individual dan sosio kultural dalam rangka mengesahkan
terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan cara tertentu.
Dari beberapa definisi
di atas paling tidak dapat diambil kesimpulan tentang dakwah:
a.
Dakwah itu adalah suatu
usaha yang dilakukan dengan sadar dan terencana.
- Usaha dakwah itu adalah untuk
memperbaiki situasi yang lebih baik dengan mengajak manusia
untuk selalu ke jalan Allah SWT.
- Proses penyelengaraan itu adalah untuk
mencapai tujuan yang bahagia dan sejahtera, baik di dunia maupun
akhirat.
D.
Tantangan dakwah islam di era globalisa
Dakwah merupakan kewajiban bagi
setiap individu muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
E. مَنْ رَأَى
مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
– صحيح مسلم – (ج 1 / ص 167)
“Barangsiapa salah
seorang diantara kamu melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika
dia tidak mampu, maka hendaklah mengubahnya dengan lidahnya, dan jika belum
mampu juga maka ubahlah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya
keimanan.” (H.R. Muslim)
Kegiatan dakwah yang kian hari kian mendapat tantangan yang sangat
kompleks, mesti ditunaikan dengan beragam kekuatan dan potensi. Paling tidak
tantangan yang menghadang lajunya perkembangan dakwah islamiyah di Indonesia
menurut karakteristiknya ada dua bagian besar, yaitu klasik dan kontemporer.
Klasik berupa praktek-praktek ritual yang bercampur dengan animism, dinamisme,
singkritisme, dan pengakuan sebagai nabi (palsu). Sedangkan yang kontemporer
berbentuk paham-paham keagamaan yang bercorak sekularisme, pluralism,
liberalism, dan feminism.[4]
A. Sekularisme
Sekuralisme merupakan pemahaman mengenai aktivitas
keagamaan yang muncul pada abad pertengahan. Paham secular ini menurut M.
Natsir tidak sekedar muncul secara alamiah sebagai akibat perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi,[5]
melainkan dilakukan juga secara aktif oleh sejumlah kalangan. Menurutnya,
seperti dikutip oleh Adian Husaini, sekularisasi otomatis akan berdampak pada
pendangkalan aqidah.
Proses sekularisasi juga menggunakan jalur
publikasi dan media massa. Baik dalam bentuk buku-buku maupun tulisan. Dalam
kaitan ini saya mengajak pada para intelektual muslim khususnya untuk
memikirkan bagaimana menghadapi arus sekularisasi ini, baik yang terjadi secara
alamiah maupun
yang disengaja.[6]
B.
Liberalisme
Istilah liberalism berasal dari bahasa Latin, liber, yang
artinya ‘bebas’ atau ‘merdeka.[7] Sebagai
adjektif, kata ‘liberal’ dipakai untuk menunjuk sikap anti feudal, anti
kemapanan, rasional, bebas merdeka,
berpikiran luas lagi terbuka .Dalam
politik liberalism dimaknai sebagai system dan kecenderungan yang berlawanan
dengan, dan menentang mati-matian sentralisasi dan absolutism kekuasaan.
Munculnya republic-republik menggantikan kerajaan-kerajaan konon tidak terlepas
dari liberalism ini.
Liberalism yang telah dikampanyekan sejak abad
15 M oleh Locke, Hume (Inggris), Rousseau, Diderot (Prancis), Lessing dan Kant
(Jerman) ini pada tahap selanjutnya menuntut kebebasan individu yang
seluas-luasnya, menolak klaim pemegang otoritas Tuhan, dan menuntut penghapusan
hak-hak istimewa gereja maupun raja.[8]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan
Islam dengan beragam sistem dan tingkatannya dari waktu ke waktu senantiasa
mengalami tantangan. Berbagai kemajuan atau ketertinggalan pendidikan Islam sebagaimana
yang terdapat dalam sejarah, antara lain disebabkan karena kemampuannya dalam
menjawab berbagai tantangan yang dihadapi. Tantangan yang dihadapi pendidikan
Islam saat ini jauh lebih berat dibandingkan dengan tantangan yang dihadapi
pendidikan Islam di masa lalu. Era globalisasi dengan berbagai kecenderungannya
sebagaimana tersebut di atas telah melahirkan berbagai paradigma baru dalam
dunia pendidikan. Visi, missi, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar,
pendidik, peserta didik, manajemen, sarana prasarana, kelembagaan pendidikan
dan lainnya kini tengah mengalami perubahan besar.
dakwah
itu beragam bentuknya dan bermacam-macam corak gerakannya. Ada yang
berbentuk aliran pemikiran yang dikenal dengan paham sekularisme, liberalism,
serta pluralism, dan ada pula yang berbentuk gerakan-gerakan yang terorganisasi
dengan rapi berbentuk sekte-sekte sempalan yang menggoroti aqidah umat sehingga
mereka tidak lagi berpegang pada tali (agama) Allah yang benar, diantaranya
sekte Syi’ah yang sejak zaman dulu sampai kini terus menerus menyesatkan umat
Islam. Sebenaarnya, sekte-sekte ini amat banyak jumlahnya hanya yang paling
mendunia dan yang baru sempat dibahas pada makalah ini hanya Syi’ah.
B. Saran
Belajar tidak harus di kelas bel;ajar bisa dilakukan dimanapun,
kapann pun dan oleh siapapun.!
DAFTAR PUSTAKA
Husaini ,Adian,
Indonesia
Masa Depan – Perspektif Peradaban Islam, (Jakarta: DDII), 2009.
Neisa, Afri, Dakwah
Islamiyah, 2008.
Sanjaya, Ade, Pengertian
dakwah islamiyah, 2011.
Syarief,
Nashruddin, Menangkal Virus Islam Liberal, (Bandung:
Persispress), 2010.
https://pemudapersisjabar.wordpress.com.
[1] fdi.uinjkt.ac.id/.../tantangan_dan_peluang_pendidikan_islam_di_era_globalisasi
http://www.scribd.com/doc/9470519/Makalah-Agama
0 komentar:
Posting Komentar