Kamis, 13 Desember 2018

komparasi pendidikan islam dan dakwah islam (filsafat islam)

#uas,iain kediri,pba
#hamirudin,932505715,kelas,A


KOMPARASI PENDIDIKAN ISLAM DAN DAKWAH ISLAM
MakalahinidisusununtukmemenuhitugasMata Kuliah
“FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Dosen Pengampu :
Dr.Samsul Huda M.Ag


Kelas A

Hamirudin       932505715


PROGRAM STUDI PENDDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI
2017-2018




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Islam memiliki karakter sebagai agama dakwah dan pendidikan. Dengan karakter ini, maka Islam dengan sendirinya berkewajiban mengajak, membimbing, dan membentuk kepribadian ummat manusia sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Dengan inisiatifnya sendiri, ummat Islam berusaha membangun sistem dan lembaga pendidikan sesuai dengan keadaan zaman, seperti pesantren, madrasah, majelis ta’lim dan sebagainya. Melalui lembaga pendidikan ini telah dilahirkan para ulama, tokoh agama, para pemimpin masyarakat yang telah memberiikan sumbangan yang besar bagi kemajuan bangsa.
Dari satu sisi Islam memberikan dasar bagi perumusan visi, missi, tujuan dan berbagai aspek pendidikan, sedangkan dari sisi lain, Islam membutuhkan pendidikan sebagai sarana yang strategis untuk menyampaikan nilai dan praktek ajaran Islam kepada masyarakat. Adanya penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam adalah sebagai bukti keberhasilan pendidikan dan dakwah Islamiyah
Islam melihat bahwa pendidikan merupakan sarana yang paling strategis untuk mengangkat harkat dan martabat manusia dalam berbagai bidang kehidupan. Itulah sebabnya tidak mengherankan, jika ayat 1 sampai dengan 5 surat al-’Alaq, sebagai ayat al-Qur’an yang pertama kali diturunkan, telah mengandung isyarat tentang pentingnya pendidikan





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Apa pengertian pendidikan islam
Kata “Islam” dalam “ Pendidikan Islam” menunjukan warna pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam, jelas pertanyaan yang hendak dijawab ialanh: “Apa hakekat pendidikan Islam?” Untuk menjawab pertanyaan ini lebih dahulu dibahas defenisi pendidikan itu menurut para pakar, setelah itu dibahas apakah pendidikan itu menurut Islam. Pembahasan tentang apa pendidikan itu menurut islam terutama didasarkan menurut keterangan al-Quran dan Hadis, kadang-kadang di ambil juga menurut para pakar pendidikan Islam. Pembahasn itu tentulah agak berbau filsafat, suatu hal yang sulit di hindari.
Ada tiga istilah yang umum digunakan dalam pendidikan Islam, yaitu al-Tarbiyah (pengetahuan tentang ar-rabb), al-Ta’lim (ilmu teoritik, kreativitas, komitmen tinggi dalam mengembangkan ilmu, serta sikap hidup yang menjunjung tinggi nilai-nilai ilmiah), al-Ta’dib (integrasi ilmu dan amal).[1] Dijelaskan oleh Konferensi International Pendidikan islam Pertama (First World Conference on Muslim Education) yang diselenggarakan oleh universitas King Abdul Azzis, Jedah, pada tahun 1977, belum berhasil membuat rumusan definisi pendidikan Islam. Dalam bagian “Rekomendasi” Koperensi tersebut, para peserta hanya membuat kesimpulan bahwa pendidikan Islam ialah keselurhan yang mengandung di dalam istilah ta’lim, tarbiyyah dan ta’dip.

 Berdasarkan ketiga kata itu, Abdurrahman al-Bani, menyimpulkan bahwa: “pendidikan (tarbiyyah) terdiri atas empat unsure, yaitu: pertama, menjaga dan memelihara fitrah anak hingga dewasa (balig); kedua, mengembangkan seluruh potensi; ketiga, mengalahkan seluruh fitrah dan potensi menuju kesempurnaan (rupanya ia membedakan antara fitrah dan potensi); keempat, dilaksanakan secara bertahap”. Dari sini dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah pengembangan seluruh potensi anak didik secara bertahap menurut ajaran Islam”[2]

Pendidikan merupakan transfer of knowledge, transfer of value dan transfer of culture and transfer of religius yang semoga diarahkan pada upaya untuk memanusiakan manusia. Hakikat proses pendidikan ini sebagai upaya untuk mengubah perilaku individu atau kelompok agar memiliki nilai-nilai yang disepakati berdasarkan agama, filsafat, ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan.

B.     Tantangan pendidikan ilslam
 Tantangan pendidikan Islam saat ini jauh berbeda dengan tantangan pendidikan Islam sebagaimana yang terdapat pada zaman klasik dan pertengahan. Baik secara internal maupun eksternal tantangan pendidikan Islam di zaman klasik dan pertengahan cukup berat, namun secara psikologis dan ideologis lebih mudah diatasi. Secara internal ummat Islam pada masa masa klasik masih fresh (segar). Masa kehidupan mereka dengan sumber ajaran Islam, yakni Al-Qur’an dan al-Sunnah masih dekat, dan semangat militansi dalam berjuang memajukan Islam juga masih amat kuat. Sedangan secara eksternal, ummat Islam belum menghadapi ancaman yang serius dari negara-negara lain, mengingat keadaan negara-negara lain (Eropa dan Barat) masih belum bangkit dan maju seperti sekarang.
Tantangan pendidikan Islam di zaman sekarang selain menghadapi pertarungan ideologi-ideologi, juga menghadapi berbagai kecenderungan. Menurut Daniel Bell, di era globalisasi saat ini keadaan dunia ditandai oleh lima kecenderungan sebagai berikut:
1.       kecenderungan integrasi ekonomi yang menyebabkan terjadinya persaingan bebas dalam dunia pendidikan. Karena, dunia pendidikan menurut mereka juga termasuk yang diperdagangkan, maka dunia pendidikan saat ini juga dihadapkan pada logika bisnis. Penyelenggaraan pendidikan saat ini tidak hanya ditujukan untuk mencerdaskan bangsa, memberdayakan manusia atau mencetak manusia yang salih, melainkan untuk menghasilkan manusia-manusia yang economic minded, dan penyelenggaraannya untuk mendapatkan keuntungan material yang sebesar-besarnya.
2.       kecenderungan fragmentasi politik yang menyebabkan terjadinya peningkatan tuntutan dan harapan dari masyarakat. Mereka semakin membutuhkan perlakuan yang adil, demokratis, egaliter, transparan, akuntabel, cepat, tepat dan profesional. Mereka ingin dilayani dengan baik dan memuaskan. Kecenderungan ini terlihat dari adanya pengelolaan manajemen pendidikan yang berbasis sekolah.pemberian peluang kepada komite atau majelis sekolah/madrasah untuk ikut dalam perumusan kebijakan dan program pendidikan, pelayanan proses belajar mengajar yang lebih memberikan peluang dan kebebasan kepada peserta didik, yaitu model belajar mengajar yang partisipatif, aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (Paikem).
3.       kecenderungan penggunaan teknologi tinggi, khususnya teknologi komunikasi dan informasi (TKI) seperti komputer. Kehadiran TKI ini menyebabkan terjadinya tuntutan dari masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang lebih cepat, transparan, tidak dibatasi waktu dan tempat. Teknologi tinggi ini juga telah masuk ke dalam dunia pendidikan, seperti dalam pelayanan administrasi pendidikan, keuangan, proses belajar mengajar. Sementara itu peran dan fungsi tenaga pendidik juga bergeser menjadi semacam fasilitator, katalisator, motivator, dan dinamisator. Peran pendidik saat ini tidak lagi sebagai satu-satunya sumber pengetahuan.
4.      kecenderungan interdependensi (kesaling-tergantungan), yaitu suatu keadaan di mana seseorang baru dapat memenuhi kebutuhannya apabila dibantu oleh orang lain. Ketergantungan ini juga terjadi di dunia pendidikan. Adanya badan akreditasi pendidikan baik pada tingkat nasional maupun internasional, selain dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan, juga menunjukkan ketergantungan lembaga pendidikan terhadap pengakuan dari pihak eksternal. Demikian pula munculnya tuntutan dari masyarakat agar peserta didik memiliki keterampilan dan pengalaman praktis, menyebabkan dunia pendidikan membutuhkan atau tergantung pada peralatan praktikum dan magang. Selanjutnya kebutuhan lulusan pendidikan terhadap lapangan pekerjaannya, menyebabkan ia bergantung kepada kalangan pengguna lulusan.
5.       kecenderungan munculnya penjajahan baru dalam bidang kebudayaan, yang mengakibatkan terjadinya pola pikir  masyarakat pengguna pendidikan, yaitu dari yang semula mereka belajar dalam rangka meningkatkan kemampuan intelektual, moral, fisik dan psikisnya, berubah menjadi belajar untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang besar. Saat ini sebelum seseorang belajar atau masuk kuliah misalnya, terlebih dahulu bertanya: nanti setelah lulus bisa jadi apa? Dan berapa gajinya?. program-program studi yang tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan sendirinya akan terpinggirkan atau tidak diminati. Sedangkan program-program studi yang menawarkan pekerjaan dan penghasilan yang baik bagi lulusannya akan sangat diminati. Tidak hanya itu, kecenderungan penjajahan baru dalam bidang kebudayaan juga telah menyebabkan munculnya budaya pop atau budaya urban, yaitu budaya yang serba hedonistik, materialistik, rasional, ingin serba cepat, praktis, pragmatis dan instans. Kecenderungan budaya yang demikian itu menyebabkan ajaran agama yang bersifat normatif dan menjanjikan masa depan yang baik (di akhirat) kurang diminati. Mereka menuntut ajaran agama yang sesuai dengan budaya pop dan budaya urban. Dalam keadaan demikian, tidaklah mengherankan jika mata pelajaran agama yang disajikan secara normatif dan konvensional menjadi tidak menarik dan ketinggalan zaman. Keadaan ini mengharuskan para guru atau ahli agama untuk melakukan reformulasi, reaktulisasi, dan kontekstualisasi terhadap ajaran agama, sehingga ajaran agama tersebut akan terasa efektif dan transformatif.[3]

C.      pengertian dakwah islam

Secara etimologis, kata “dakwah” berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti: panggilan, ajakan, dan seruan. Sedangkan dalam ilmu tata bahasa Arab, kata dakwah adalah bentuk dari isim masdar yang berasal dari kata kerja : دعا, يدعو, دعوة     artinya : menyeru, memanggil, mengajak
Dalam pengertian yang integralistik dakwah merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para pengemban dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan Allah, dan secara bertahap menuju perikehidupan yang Islami.
Sedangkan ditinjau dari segi terminologi, banyak sekali perbedaan pendapat tentang definisi dakwah di kalangan para ahli, antara lain:
  1. Menurut A. Hasmy dalam bukunya Dustur, mendefinisikan dakwah yaitu: mengajak orang lain untuk meyakini dan mengamalkan akidah dan syariat Islam yang terlebih dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh pendakwah itu sendiri.
  2. Menurut Syekh Ali Mahfud. Dakwah Islam adalah memotivasi manusia agar melakukan kebaikan menurut petunjuk, menyuruh mereka berbuat kebajikan dan melarang mereka berbuat kemungkaran, agar mereka mendapat kebahagian dunia dan akhirat.
  3. Menurut Amrullah Ahmad .ed., dakwah Islami merupakan aktualisasi Imani (Teologis) yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan  manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berpikir, bersikap, dan bertindak manusia pada tataran kegiatan individual dan sosio kultural dalam rangka mengesahkan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan cara tertentu.
Dari beberapa definisi di atas paling tidak dapat diambil kesimpulan tentang dakwah:
a.        Dakwah itu adalah suatu usaha yang dilakukan dengan sadar dan terencana.
  1. Usaha dakwah itu adalah untuk memperbaiki situasi yang lebih baik   dengan mengajak manusia untuk selalu ke jalan Allah SWT.
  2. Proses penyelengaraan itu adalah untuk mencapai tujuan yang  bahagia dan sejahtera, baik di dunia maupun akhirat.
D.    Tantangan dakwah islam di era globalisa
Dakwah merupakan kewajiban bagi setiap individu muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
E.     مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ – صحيح مسلم – (ج 1 / ص 167)
“Barangsiapa salah seorang diantara kamu melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika dia tidak mampu, maka hendaklah mengubahnya dengan lidahnya, dan jika belum mampu juga maka ubahlah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya keimanan.” (H.R. Muslim)
Kegiatan dakwah yang kian hari kian mendapat tantangan yang sangat kompleks, mesti ditunaikan dengan beragam kekuatan dan potensi. Paling tidak tantangan yang menghadang lajunya perkembangan dakwah islamiyah di Indonesia menurut karakteristiknya ada dua bagian besar, yaitu klasik dan kontemporer. Klasik berupa praktek-praktek ritual yang bercampur dengan animism, dinamisme, singkritisme, dan pengakuan sebagai nabi (palsu). Sedangkan yang kontemporer berbentuk paham-paham keagamaan yang bercorak sekularisme, pluralism, liberalism, dan feminism.[4]
A.    Sekularisme
Sekuralisme merupakan pemahaman mengenai aktivitas keagamaan yang muncul pada abad pertengahan. Paham secular ini menurut M. Natsir tidak sekedar muncul secara alamiah sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,[5] melainkan dilakukan juga secara aktif oleh sejumlah kalangan. Menurutnya, seperti dikutip oleh Adian Husaini, sekularisasi otomatis akan berdampak pada pendangkalan aqidah.
 Proses sekularisasi juga menggunakan jalur publikasi dan media massa. Baik dalam bentuk buku-buku maupun tulisan. Dalam kaitan ini saya mengajak pada para intelektual muslim khususnya untuk memikirkan bagaimana menghadapi arus sekularisasi ini, baik yang terjadi secara alamiah maupun yang disengaja.[6]
 B.     Liberalisme
 Istilah liberalism berasal dari bahasa Latin, liber, yang artinya ‘bebas’ atau ‘merdeka.[7] Sebagai adjektif, kata ‘liberal’ dipakai untuk menunjuk sikap anti feudal, anti kemapanan, rasional, bebas merdeka, berpikiran luas lagi terbuka .Dalam politik liberalism dimaknai sebagai system dan kecenderungan yang berlawanan dengan, dan menentang mati-matian sentralisasi dan absolutism kekuasaan. Munculnya republic-republik menggantikan kerajaan-kerajaan konon tidak terlepas dari liberalism ini.
 Liberalism yang telah dikampanyekan sejak abad 15 M oleh Locke, Hume (Inggris), Rousseau, Diderot (Prancis), Lessing dan Kant (Jerman) ini pada tahap selanjutnya menuntut kebebasan individu yang seluas-luasnya, menolak klaim pemegang otoritas Tuhan, dan menuntut penghapusan hak-hak istimewa gereja maupun raja.[8]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
*      Pendidikan Islam dengan beragam sistem dan tingkatannya dari waktu ke waktu senantiasa mengalami tantangan. Berbagai kemajuan atau ketertinggalan pendidikan Islam sebagaimana yang terdapat dalam sejarah, antara lain disebabkan karena kemampuannya dalam menjawab berbagai tantangan yang dihadapi. Tantangan yang dihadapi pendidikan Islam saat ini jauh lebih berat dibandingkan dengan tantangan yang dihadapi pendidikan Islam di masa lalu. Era globalisasi dengan berbagai kecenderungannya sebagaimana tersebut di atas telah melahirkan berbagai paradigma baru dalam dunia pendidikan. Visi, missi, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, pendidik, peserta didik, manajemen, sarana prasarana, kelembagaan pendidikan dan lainnya kini tengah mengalami perubahan besar.
 dakwah  itu beragam bentuknya dan bermacam-macam corak gerakannya. Ada yang berbentuk aliran pemikiran yang dikenal dengan paham sekularisme, liberalism, serta pluralism, dan ada pula yang berbentuk gerakan-gerakan yang terorganisasi dengan rapi berbentuk sekte-sekte sempalan yang menggoroti aqidah umat sehingga mereka tidak lagi berpegang pada tali (agama) Allah yang benar, diantaranya sekte Syi’ah yang sejak zaman dulu sampai kini terus menerus menyesatkan umat Islam. Sebenaarnya, sekte-sekte ini amat banyak jumlahnya hanya yang paling mendunia dan yang baru sempat dibahas pada makalah ini hanya Syi’ah.
B. Saran
Belajar tidak harus di kelas bel;ajar bisa dilakukan dimanapun, kapann pun dan oleh siapapun.!




DAFTAR PUSTAKA
Husaini ,Adian, Indonesia Masa Depan – Perspektif Peradaban Islam, (Jakarta: DDII), 2009.
Neisa, Afri, Dakwah Islamiyah, 2008.
Sanjaya, Ade, Pengertian dakwah islamiyah, 2011.
Syarief, Nashruddin, Menangkal Virus Islam Liberal, (Bandung: Persispress), 2010.
https://pemudapersisjabar.wordpress.com.
[1] fdi.uinjkt.ac.id/.../tantangan_dan_peluang_pendidikan_islam_di_era_globalisasi
http://www.scribd.com/doc/9470519/Makalah-Agama





[1] http://www.scribd.com/doc/9470519/Makalah-Agama

 [3] fdi.uinjkt.ac.id/.../tantangan_dan_peluang_pendidikan_islam_di_era_globalisasi
[4] https://pemudapersisjabar.wordpress.com.
[5] https://pemudapersisjabar.wordpress.com.
[6] Adian Husaini, Indonesia Masa Depan – Perspektif Peradaban Islam, (Jakarta: DDII), 2009, hlm. 32.  
[7]  Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, hlm. 76.  
[8] Nashruddin Syarief, Menangkal Virus Islam Liberal, (Bandung: Persispress), 2010, hlm. 5 

0 komentar:

Posting Komentar